Search This Blog

Thursday, April 21, 2011

Understanding Terrorisme - Memahami Terorisme


 Pengertian Teror
Teror adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh kelompok yang terorganisir baik dan berdisplin tinggi yang mempunyai tujuan tertentu.   Pada sasaran yang bersifat taktis kita dapat dengan cepat mengetahui tujuan suatu teror, tetapi pada aksi teror yang bersifat strategis sangat sulit untuk mendapatkan tujuan teror yang sebenarnya.   Kegiatan terorisme selalu mempunyai tujuan yang bersifat politis maupun ideologis selain kriminal dan aksi tersebut biasanya  sejalan dengan tujuan politik/perjuangan kelompok teroris tersebut.

Tujuan Teror

a.         Mencapai konsepsi tertentu.
b.         Mencapai publisitas.
c.         Menyebabkan instabilitas yang meluas.
d.         Memancing pembalasan dengan kontra teror.
e.         Memaksakan untuk bekerja sama dan mendapatkan kepatuhan masyarakat.
f.          Menghukum/sebagai bentuk pembalasan.
g.         Menimbulkan ketegangan dan merongrong serta menjatuhkan kewibawaan alat-alat negara/pemerintah.
h.         Untuk membingungkan masyarakat atau mengubah pandangan masyarakat terhadap suatu masalah tertentu dan untuk mewujudkan suatu teori perang daripada suatu jenis kejahatan murni.
i.          Untuk menghancurkan ketenangan hidup suatu masyarakat melalui cara/tindakan yang dipilihnya (tindakan teror bersifat merusak atau destruktif yang merupakan anti tesis dari pendekatan hukum masyarakat yang konstruktif/hukum pendekatan yang biasanya dilakukan oleh masyarakat kemudian dihancurkan oleh teroris).
j.          Menghancurkan landasan politik suatu negara di luar negeri.
k.         Menutup pemasaran komoditi suatu negara di pasaran luar negeri atau menutup/mencegah masuknya barang baku ke suatu negara.

Sasaran terorisme.            Sasaran terorisme erat hubungannya dengan tujuan terorisme serta sifat terorisme itu sendiri dimana tidak mengenal batas antara negara dan orang yang akan menjadi sasaran.

a.         Sasaran teror.         Biasanya yang dijadikan sasaran diantaranya tokoh-tokoh yang ada hubungannya dengan politik, industri, bank, diplomatik, tetapi kadang-kadang juga penduduk sipil yang tidak berdosa.   Seperti Indonesia dengan sistem politik bebas aktif ternyata tetap menjadi sasaran teror, ini membuktikan bahwa terorisme tidak mengenal batas negara dan sistem politik yang dianut negara tersebut.

b.         Sifat sasaran.          Pertama bersifat taktis yakni berjangka pendek dan jelas maksudnya dan kedua bersifat strategis yakni maksud teroris tidak dapat diketahui dengan jelas dan cepat, biasanya sasarannya penduduk yang lemah dan tidak bersalah.

Ciri-ciri terorisme.               Belum adanya kesepakatan nasional maupun Internasional didalam merumuskan pengertian terorisme dalam rangka menghadapi aksi teror, sehingga  terorisme cenderung terus berkembang dan sasarannya tidak terbatas dan dijumpai hampir di seluruh dunia. Serangan-serangan yang dilancarkan pada umumnya berhasil dan beritanya tersebar ke seluruh dunia dalam waktu singkat.   Karena relatif sulit untuk mencegah aksi teroris secara konkret dan membendung tujuannya, maka setidak-tidaknya kita harus mengetahui ciri-ciri terorisme, sebagai berikut :  

a.         Dilaksanakan oleh kelompok yang terorganisir baik dengan anggota-anggota yang berdisiplin tinggi.
b.         Dilaksanakan secara pendadakan.
c.         Kerahasiaan, kompartementasi yang ketat.
d.         Perencanaan teliti.
e.         Mempunyai tujuan ldeologi/Politik tertentu.
f.          Untuk mencapai suatu political pressure.
g.         Kegiatan selalu terarah.
h.         Tidak mengacuhkan tapal batas antarnegara dan konvensi Internasional terutama mengenai kekebalan diplomatik, palang merah, wanita dan anak-anak.
i.          Pola serangan yang digunakan sangat bervariasi.
j.          Bentuk teror yang digunakan antara lain berupa pembajakan, penculikan dengan intrik-intrik politik atau uang, pembunuhan, perampokan, bom surat, bom waktu, sabotase menggunakan bahan kimia dan biologi, dsb.
k.         Mempergunakan alat-alat dan persenjataan yang paling mutakhir.
l.          Adanya tempat dan sarana perlindungan teroris.
m.        Kerja sama.   Kelompok terorisme melakukan kerja sama antar mereka (dengan kelompok teroris lainnya) di wilayah operasinya baik aksi di darat, laut maupun di udara.
n.         Perjanjian para teroris.   Dalam perjanjiannya antar teroris saling memperhatikan batas-batas kekuasaannya, baik secara kelompok maupun perorangan dengan tujuan membentuk organisasi teroris yang baru, begitu pula dengan memperhatikan hal-hal yang membahayakan kelompok mereka.

/ Hal...
Hal yang membahayakan tersebut seperti safe house, kehormatan, kebebasan, keamanan lingkungan yang terbuka, fasilitas publik, milik pribadi yang beresiko, kedudukan, penangkapan terhadap mereka, bahaya secara nasional, keutuhan kekuasaan, politik dan penguasa daerah.

Jenis teroris.

a.         Rezim teroris (Regime of Terror).   Yang dimaksud dengan rezim teroris adalah para teroris yang bekerja untuk kepentingan pemerintah yang berkuasa.

b.         Siege of Terror.   Siege of Terror bekerja untuk kepentingan revolusi baik dalam rangka perlawanan terhadap suatu pemerintahan maupun akibat ketidak adilan maupun benturan peradaban.  

c.         Banyak negara yang mengadopsi teori Rezim teroris dan menggunakannya sebagai pengganti perang.   Teori ini lebih efektif karena perang disamping menelan biaya besar juga menimbulkan ketegangan dalam negeri.   Dapat dikatakan bahwa teroris merupakan salah satu bagian dari kegiatan militer ketika dipergunakan sebagai pengganti perang atau dipergunakan sebagai senjata dalam sengketa satu kelompok di masyarakat dengan kelompok lain yang dilatarbelakangi politik, ideologi/agama terhadap kekuatan luar. [1]

Latar belakang terorisme.            Dari beberapa penyelidikan yang dilakukan beberapa ahli ditemukan beberapa faktor penyebab timbulnya fenomena terorisme, antara lain :

a.         Faktor nasionalisme.   Faktor ini berkaitan dengan tuntutan hak-hak politik dan nasionalisme kelompok minoritas yang merasa tertindas, seperti yang terjadi di Palestina dan Irlandia Utara.

b.         Faktor politik.   Tuntutan suatu kelompok yang merasa lebih berhak untuk mendapatkan kekuasaan atau bagian dari kekuasaan, seperti yang terjadi di beberapa negara berkembang.

c.         Faktor keturunan/agama/bahasa.   Faktor ini merupakan hal utama yang menimbulkan teror, dimana suatu kelompok yang berasal dari keturunan yang sama atau agama yang sama atau bahasa yang sama menuntut memisahkan diri dari negara, dengan dalih hak-hak mereka dirampas oleh negara.   Seperti yang terjadi pada suku Kurdi di Irak dan Turki.

d.         Faktor peradaban.   Tuntutan suatu kelompok agar kesucian ajaran agama, kehormatan golongan dan bangsa yang selama ini tercemar akibat tingkah laku pemerintah berkuasa atau kekuatan tertentu,  seperti gerakan Hisbullah Lebanon, Gerakan Aum Sin Rikyo di Jepang dan Al Qaeda.

Hal yang dapat memicu kelompok ini adalah faktor sosial dan psikologis meliputi :  

1)         Perasaan tertindas.             Perasaan ini banyak dialami masyarakat kelas bawah dan menengah dalam sebuah masyarakat akibat kesulitan ekonomi sehingga melahirkan kecemburuan sosial dalam masyarakat tersebut, sehingga mendorong mereka menggabung dengan teroris sebagai pelampiasan perasaan tertindas.

2)         Tuntutan perubahan.          Faktor ini mendorong suatu kelompok untuk melakukan perubahan mendasar dalam tatanan kehidupan akibat kejenuhan sosial.   Tuntutan ini banyak terjadi pada masyarakat Eropa khususnya kelas atas.

3)         Penolakan.   Adanya fenomena sosial baru akibat perkembangan teknologi yang dinilai bertentangan dengan norma kemanusiaan dan akhlak mulia, menimbulkan penolakan keras dari kelompok yang selama ini dididik dan dibina dalam lingkungan yang menjunjung tinggi akhlak mulia.   Penolakan tersebut mendorong kelompok ini untuk bergabung dengan teroris untuk melampiaskan sikap tersebut.

4)         Akidah/ideologi.       Faktor ini biasanya tumbuh di kalangan kelompok terdidik dimana apa yang selama ini mereka yakini bertentangan dengan masyarakat sekitar, seperti keyakinan mereka terhadap marxisme atau zionisme.

Terorisme di Indonesia.

Terorisme di Indonesia terdiri dari kelompok-kelompok teror lokal dan kelompok yang menjadi bagian dari jaringan terorisme internasional. Terorisme lokal muncul dari situasi konflik komunal dan separatis yang tidak tertangani secara tuntas seperti di Sulteng, Maluku dan Aceh, sedangkan kelompok teror lainnya yang saat ini cukup dominan adalah kelompok teroris Islam garis keras yang merupakan bagian dari jaringan terorisme internasional Al Qaeda.    Dalam konteks Indonesia, terorisme yang berbasis radikalisme agama (Islam) telah muncul sejak kemerdekaan khususnya setelah dihapuskannya “tujuh kata dalam Piagam Jakarta” yang melahirkan keinginan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia ataupun upaya-upaya untuk menerapkan Syariat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang diwujudkan melalui jalur politik formal maupun nonformal serta aktivitas lainnya yang menempuh cara-cara kekerasan/teror. Selain keinginan yang kuat untuk menerapkan Syariat Islam saat ini, kelompok teror Islam garis keras terus berupaya melakukan aksi teror yang mereka persepsikan sebagai jihad untuk memerangi kepentingan pihak barat (”kafir”) dan zionis di Indonesia. Beberapa aksi teror bom sejak tahun 1999 dengan efek yang cukup besar di Indonesia diantaranya pemboman terhadap rumah ibadah, sarana umum, pusat ekonomi seperti gedung Bursa Efek Jakarta, beberapa hotel dan kedutaan asing.  Sebagai contoh teror bom Bali I dan II dampaknya sangat merugikan masyarakat dan negara  seperti menimbulkan korban jiwa, dampak psikologis yang luas, berkurangnya kunjungan wisata, meningkatnaya pengangguran sehingga berdampak negatif terhadap perekonomian nasional.
Dari gambaran tersebut di atas, dapat dilihat bahwa terorisme merupakan ancaman yang serius terhadap suatu negara.   Selain menimbulkan dampak yang luas terorisme juga dikaitkan dengan berbagai aspek yang sangat komplek sehingga tidak mudah untuk ditangani.  Terorisme juga beroperasi dengan karakter militeristik dan menggunakan metoda intelijen/klanderstin.  Oleh karena itu untuk memerangi terorisme secara tuntas tidak dapat hanya mengedepankan salah satu  elemen keamanan negara saja.  Seluruh kekuatan yang dapat digunakan seyogyanya melaksanakan perannya sesuai dengan tanggung jawab moral dan konstitusi masing masing komponen.


No comments:

Post a Comment