Budaya bangsa
Kegagalan pembangunan ekonomi, termasuk pembangunan sektor pertanian tidak lepas dari 4 penyakit kronis bangsa:
± Rutinitas
± Budaya jalan pintas (koruptif)
± Budaya instant
± Inferioritas
Budaya rutinitas akan menyebabkan ketertinggalan dan kemunduran.
Budaya jalan pintas menyebabkan inefisiensi alikasi sumberdaya.
Budaya instan menyebabkan rendahnya daya saing bangsa.
Inferioritas menyebabkan runtuhnya sendi-sendi nasionalisme dan kedaulatan bangsa.
Keempat budaya kronis tersebut berimbas pada kinerja sektor pertanian.
Kinerja sektor pertanian
Merosotnya kinerja sektor pertanian dapat dijelaskan dengan Teori Geertz: involusi pertanian (agricultural involution).
Bisa dikatakan bahwa fenomena ini sebagai involusi babak kedua, dan cakupannya lebih luas karena involusi tersebut juga terjadi pada institusi dan sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses pembangunan pertanian.
Ciri-ciri kektor pertanian yang involutif:
± Produktivitas pertanian yang stagnan
± Kesejahteraan petani rendah
± Perkembangan pertanian jalan ditempat
± Riset yang mandeg (lembaga penelitian dan perguruan tinggi)
± Kemandegan institusi pertanian
± Kemandegan sistem penyuluhan pertanian
± Kemandegan lembaga penelitian pertanian
± Kemandegan birokrasi pertanian
Keberhasilan pembangunan pertanian
Menarik untuk menyimak kembali Teori Booke tentang dualisme pembangunan pertanian (agricultural dualism) yakni
adanya sektor pertanian moderen (maju) yang berjalan berdampingan dengan sektor pertanian tradisonal (tidak maju).
Keduanya tidak ada interaksi sehingga sektor moderen menjadi ´enclave´ bagi sektor tradisional.
![](file:///C:/DOCUME%7E1/ADMINI%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/ADMINI%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.jpg)
Industri pertanian moderen (agribisnis/agroindustri)
± Industri input pertanian
± Industri pertanian
± Industri pengolahan hasil pertanian
± Usahatani komersial, dll.
Usahatani kecil
± Usahatani subsisten
± Usahatani sakap dan buruhtani
Keberhasilan pembangunan pertanian akan sangat ditentukan oleh bagaimana menghilangkan kesenjangan diantara keduanya.
Terdapat dua kemungkinan untuk mengatasi fenomena dualisme ini: (1) melalui kerjasama kemitraan antara keduanya dalam arti yang sesungguhnya atau (2) mensupport habis2an terhadap sektor tradisional.
Pengembangan kerjasama antara sektor moderen dengan sektor tradional sudah dilakukan melalui berbagai program seperti PIR, TRI, dll.
Pengembangan sektor tradisional juga sudah dilakukan, akan tetapi hasilnya belum bisa dirasakan.
Prioritas pembanguan pertanian
Mendesaknya prioritas pembangunan pertanian untuk sumberdaya ³marjinal´
± Wilayah
± Lahan
± Sumberdaya manusia, dsb
Wilayah dan lahan: teknologi frontier (budidaya, perikanan, biotek, tanah, HPT)
SDM: pemberdayaan, pendidikan bisnis, kewirausahaan (Ek. Pertanian/Agribisnis dan PKP)
3 strata masyarakat di pedesaan
± petani miskin sekali karena memang tidak memiliki sumberdaya terutama lahan sebagai asset penting (landless farmers),
± petani subsisten (usahataninya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari)
± petani yang berskala bisnis.
Starta (1):
± melalui pemberdayaan yang terarah
± target program landreform
Strata kedua dan ketiga:
± diperlukan pendekatan pembangunan dalam arti µpengembangan¶ menuju kearah peningkatan kemampuan berusahatani yang
lebih komersial (agribisnis).
± pentingnya pendidikan bisnis bagi petani
Menumbuhkan wirausahawan sejati di pedesaan
Wirausahawan-wirausahawan ini dibutuhkan untuk menggerakkan kelompok masyarakat pada strata (2) dan (3). Menumbuhkan intrapreneurship dalam birokrasi pertanian
Keunggulan wirausahawan
± visioner
± kaya kreasi
± inspirasi bagi orang lain
± pencipta peluang
± semangat kebersamaan
No comments:
Post a Comment